May 20, 2025

Menghormati Sang Buddha: Makna Memandikan Buddha Rupang dengan tidak Menyiram Kepala-Nya

Hari Raya Waisak, atau Hari Trisuci Waisak, adalah perayaan terpenting umat Buddha yang mengenang tiga peristiwa suci: kelahiran Siddharta Gautama, pertapaan menjadi Buddha, dan pencapaian Pernirvana. Salah satu tradisinya adalah ritual mandi rupang, yaitu penyucian patung Buddha tidur, yang dilakukan menjelang perayaan.

Makna Memandikan Buddha Rupang saat Hari Waisak

Ritual mandi rupang dipercaya menghapus kebencian, kerakusan, dan kotoran hati. Persiapan lainnya juga dilakukan karena ribuan umat Buddha dari berbagai kota akan hadir saat Waisak.

Air wangi digunakan sebagai media penyucian patung Buddha dan diri dari dosa. Mandi rupang bukan hanya membersihkan patung secara fisik, tetapi juga melambangkan pembersihan batin dan penyucian diri, sesuai tradisi masyarakat Tionghoa.

Prosesi ini menjadi bagian utama perayaan Waisak, melambangkan kesucian lahir dan batin serta penghormatan atas kelahiran Sang Buddha. Maknanya mengajak kita menjaga kesucian batin dan menaati ajaran Sang Buddha.

Itulah makna memandikan Buddha Rupang saat Hari Waisak, namun saat memandikan Buddha Rupang tidak boleh memandikan bagian kepalanya. Mengapa demikian? Simak Penjelasannya dibawah ini.

Kepala Buddha Rupang

Ushnisha tonjolan bundar atau runcing di ubun-ubun kepala adalah salah satu ciri fisik Buddha paling khas dalam seni dan ikonografi. Meskipun sering digambarkan secara visual, teks-teks kanonik memberikan penjelasan beragam dan kadang tak sejalan dengan penggambaran artistik. Namun, sebagian besar tradisi sepakat bahwa ushnisha menandai pencerahan penuh dan berperan penting dalam aspek prediktif serta protektif Buddha.

Dalam ikonografi, tonjolan di ubun-ubun itu membuat Buddha mudah dikenali, bahkan jika tubuhnya tidak sepenuhnya digambarkan. Ushnisha dikenal dalam berbagai bahasa: Sanskerta uṣṇīṣa, Pali uṇhīsa, dan Tibet gtsug tor.

Makna Pindapata

Sebutan dalam bahasa Inggris seperti bump, lump, atau protuberance cenderung terdengar tidak pantas atau terkesan patologis. "Perpanjangan mahkota" bisa jadi pilihan yang lebih netral, meski kurang tepat. Ushnisha memang sulit diterjemahkan; tidak ada istilah tunggal yang mencakup berbagai maknanya. Beberapa sumber menyebutnya sebagai dahi berbentuk anggun, penutup kepala, jambul, struktur dari daging dan kulit, perpanjangan tengkorak, organ spiritual tak kasatmata, hingga ekstensi kepala Buddha yang menjulang tak terbatas.

Citra fisik Buddha diwariskan secara turun-temurun melalui narasi lisan, teks suci, serta karya seni dan ikonografi. Membayangkan atau memvisualisasikan sosok Buddha telah menjadi bagian penting dari praktik spiritual yang disebut sebagai “mengingat Buddha”.

Selama dua hingga tiga abad setelah wafatnya Buddha, representasi langsung fisiknya jarang ditemukan—umumnya hanya muncul sebagai jejak kaki atau simbol seperti pohon Bodhi dan roda Dharma. Penggambaran tubuh Buddha baru muncul pada abad ke-2 SM, terutama melalui patung-patung Gandhara yang dipengaruhi seni Yunani. Sebaliknya, deskripsi lisan dan teks-teks awal kemungkinan jauh lebih tua.

Mengapa Kepala Rupang Buddha tidak Boleh Disiram Saat Ritual?

Dalam tradisi Buddhis, kepala merupakan bagian tubuh yang paling suci dan dihormati. Menyentuh, apalagi menyiram kepala rupang (patung) Buddha, dianggap tidak sopan karena bertentangan dengan nilai penghormatan yang mendalam terhadap figur Buddha. Oleh karena itu, dalam ritual pemandiannya, air suci biasanya dituangkan pada bahu atau tubuh bagian atas, bukan pada kepala.

Salah satu alasan utama di balik penghormatan ini terletak pada ushnisha tonjolan bundar atau runcing di ubun-ubun kepala Buddha. Ushnisha merupakan salah satu ciri fisik Buddha yang paling khas dan mudah dikenali dalam seni dan ikonografi Buddhis. Dalam tradisi spiritual, ushnisha dianggap sebagai tanda pencerahan penuh, sekaligus memiliki makna prediktif dan protektif. Karena kedudukannya yang sakral dan penuh makna, bagian ini dijaga kesuciannya secara simbolis maupun ritual.

Ushnisha sendiri memiliki banyak tafsir, mulai dari perpanjangan tengkorak, jambul dari daging dan kulit, hingga organ spiritual yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa. Kompleksitas makna ini menegaskan betapa sakralnya bagian kepala dalam wujud fisik Buddha, dan memperkuat alasan mengapa kepala rupang tidak boleh disiram sembarangan.

Ritual memandikan Buddha sendiri bukan bertujuan untuk membersihkan patung secara fisik, melainkan merupakan simbol pemurnian batin. Umat diajak untuk membersihkan hati dan pikiran dari keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Seperti yang ditegaskan oleh Venerable Master Hsing Yun dari Fo Guang Shan, ritual ini bertujuan membangkitkan moralitas, belas kasih, dan rasa hormat terhadap sesama.

Dalam praktiknya, terutama saat Waisak di Indonesia, umat Buddha memandikan rupang bayi Siddhartha sebagai simbol kelahiran Buddha. Air suci dituang secara perlahan ke bahu atau dada patung, bukan ke kepala—sebuah tradisi yang mencerminkan nilai kesopanan dan penghormatan mendalam. Tradisi ini umum dijalankan di berbagai vihara dan selaras dengan ajaran luhur Buddhisme.

Sumber:

  1. "Ritual Rupang Digelar Umat Budha Jelang Hari Raya Waisak" https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-2582400/ritual-rupang-digelar-umat-budha-jelang-hari-raya-waisak.
  2. "Makna Mandi Rupang Pada Hari Raya Trisuci Waisak " https://www.sonora.id.
  3. https://kumparan.com/hipontianak/mandi-rupang-tradisi-masyarakat-tionghoa-kalbar-rayakan-hari-waisak-253POZmn9KH/full.
  4. https://kalbaronline.com/2025/05/12/ini-makna-memandikan-rupang-buddha-di-hari-waisak/
  5. https://tricycle-org.translate.goog/magazine/buddha-head-ushnisha/
    ?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=
    sge#:~:text=Ushnisha%2C%20yang%20sering%
    20digambarkan%20dalam,fisik%20Buddha%20
    yang%20paling%20terkenal.